Senin, 18 Mei 2015

Pemilihan Kata dalam Puisi


Sapardi Djoko Damono mengatakan, “kata-kata adalah segala-galanya dalam puisi. Kata-kata yang berserakan di sekeliling kita dengan artinya yang ‘umum’ harus menyesuaikan diri dengan pengalaman puitik kita yang ‘khusus’. Pengabdian total terhadap kata-kata yang sudah ada, tanpa usaha menundukkannya hanya akan menghasilkan puisi-puisi yang mentah dan membosankan.”

Lebih lanjut Sapardi Djoko Damono berujar, “ andaikata yang utama dalam puisi adalah ide, dan bukan kata-kata, maka saya yakin bahwa setiap cerdik pandai yang memiliki ide yang bagus-bagus akan dengan mudah menulis puisi, dan selalu berhasil.”






Maka jelaslah sudah, puisi adalah tentang kata-kata. Media sekaligus tujuannya. Efek puitis timbul dari pemilihan kata yang tepat. Kesan yang kuat, makna yang mendalam juga timbul dari kata-kata yang dipilih. Semuanya tentang kata-kata.

Kata-kata yang dipilih dipertimbangkan betul dari berbagai aspek dan efek pengucapnnya. Tidak jarang kata-kata tertentu dicoret beberapa kali karena belum mewakili suara hati penyair (Jika punya kesempatan lihatlah naskah asli puisi karya para penyair di Pusat dokumentasi H.B. Jassin). Beberapa faktor yang dipertimbangkan dalam memilih kata-kata adalah sebagai berikut:

a. Makna Kias
Pengiasan merupakan cara penyair mengkonkretkan konsep-konsep yang abstrak dengan penggunaan kata-kata kias, dan perilaku pengiasan dalam pemakaian bahasa sehari-hari atau dengan kata lain pengiasan ialah penggunaan kata atau ungkapan dalam puisi sedemikian rupa sehingga timbul makna kias yang dapat memperjelas, melengkapi, dan memperkhas imaji sesuatu yang diungkap dalam puisi. Jadi pengiasan bukan upaya puisi menjadi pelik tetapi supaya lebih konkret, cermat, dan tepat sehingga dengan mudah pula dapat ditangkap, dirasa, dan didengar oleh pembacanya.

Perhatikan puisi karya Chairil Anwar berikut:

AKU

Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulan terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak peduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi

Puisi merupakan genre sastra yang paling banyak menggunakan makna kias. Kata-kata yang dipilih penyair dipertimbangkan betul dari aspek dan efek pengucapannya. Makna kias kadang sulit ditafsirkan. Misalnya dalam puisi “Aku” karya Khairil Anwar, binatang jalang dari kumpulannya terbuang dapat diartikan orang yang selalu bersikap memberontak dan berada di luar organisasi formal. Karena yang sakit bukan fisik melainkan jiwanya, maka luka dan bisa kubawa berlari, terus berlari. Dengan berlari maka akan hilang pedih peri(h). Jika luka fisik, tentu akan sulit hilang pedih perihnya tetapi karena yang luka adalah jiwa maka dengan dibawa berlari atau tidak dihiraukan, pedih perih luka itu akan hilang.

Pengiasan yang membandingkan suatu hal dengan yang lain dipergunakan untuk merangsang daya bayang pembaca atau pendengar. Mengiaskan suatu keadaan dapat dilakukan secara langsung seperti yang sudah dijelaskan di atas dan dapat juga dilakukan secara tidak langsung dengan menggunakan kata-kata seperti, umpama, bagai, laksana, dan sebagainya. Perhatikan puisi karya Lea Cancerina berikut:

SEMINYA ANGGREK DI HALAMAN DEPAN

Putih bagai buih
seputih cinta yang kumiliki,
seputih kasih yang kunikmati
darinya...
dia datang ...
di kala anggrek di halaman
sedang semi,
mekar ... harum ... putih
Di ujung Juli
diawal bulan kedelapan
ambang bahagia terpancang
di muka kita berdua
Saksi abadi ...
kekal, tenang bahagia
bersama seminya anggrek di halaman

Kiasan dalam baris (1), (2), dan (3) bait pertama adalah kiasan tak langsung. Kiasan dalam baris (1), (2), dan (3) bait ketiga adalah kiasan tak langsung. Penafsiran makna dalam kiasan tidak langsung biasanya lebih sulit daripada penafsiran makna dalam kiasan langsung.

Latihan:
Carilah/buatlah kata-kata kias untuk beberapa keadaan/konsep berikut:
- Kerinduan yang sangat pada kampung halaman membuncah pada diri seseorang. Besok hari raya, mestinya ia pulang. Tapi sudah sepetang ini, hutang rasa lapar tadi pagi masih belum dibayar. Semua tentang esok pagi sudah mulai mengantri untuk dipikirkan.
- Hari-hari seseorang yang menunggu kematian, setelah menerima vonis dokter bahwa nyawanya tinggal satu bulan. Malam-malam manjadi terlalu dingin ketika ia sadar, ia sendiri.

b. Lambang
Perlambangan merupakan cara penyair mengkonkretkan konsep-konsep yang abstrak dengan penggunaan kata-kata lambang, dan perilaku perlambangan dalam pemakaian bahasa sehari-hari.

Dalam puisi, banyak digunakan lambang yaitu penggantian suatu hal atau benda dengan hal atau benda lain. Ada lambang yang bersifat kedaerahan, nasional maupun universal. Misalnya bendera adalah lambang identitas negara, bersalaman adalah lambang persahabatan, pertemuan atau perpisahan. Adapun jenis-jenis lambang yang ada dalam puisi meliputi lambang benda, lambang warna, lambang bunyi, dan lambang suasana.

Lambang warna memberi makna tambahan pada warna untuk mengganti atau menambahkan makna sesungguhnya. Misalnya warna hitam melambangkan kesedihan, warna putih kesucian, warna kuning kesetiaan, warna biru harapan, dan sebagainya.

Lambang bunyi artinya makna khusus yang diciptakan oleh bunyi-bunyi atau perpaduan bunyi-bunyi tertentu. Misalnya bunyi seruling yang mendayu-dayu mengingatkan pada tanah pasundan, jawa barat.

Lambang suasana artinya peristiwa atau keadaan yang tidak digambarkan seperti apa adanya, tetapi diganti dengan keadaan yang lain. Misalnya hujan gerimis melambangkan suasana sedih, lintang kemukus melambangkan bencana, dan sebagainya

Lambang benda menggantikan suatu hal dengan benda misalnya dalam puisi Rendra yang berjudul “Surat Kepada Bunda Tentang Calon Menantunya”, burung dara jantan melambangkan orang yang setia, sepatu yang berat serta nakal melambangkan jejaka yang belum berumah tangga.
Perhatikan puisi karya Bambang Sugeng berikut:

SEPANJANG JALUR HITAM

sepanjang jalur hitam
ada penyesalan diri
entah terpaksa atau dipaksa
oleh keadaan

kini tinggal sepercik pengharapan
untuk bertaubat kepada-Nya
belumlah terlambat

(sepanjang jalur hitam
tidak seluruhnya hitam).

Larik pertama puisi di atas mengandung makna lambang yaitu jalur hitam. Yang dimaksud jalur adalah jalan hidup dan yang dimaksud hitam adalah gelap, suram, atau dosa. Jalur hitam ditafsirkan secara simbolis sebagai jalan hidup yang gelap, jalan hidup yang menyimpang dari jalan kebenaran.

ditulis oleh : Angga Adhitya Farhan dan Lilih Muflihah
(dari berbagai sumber)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar